Selasa, 17 Februari 2009

Wabah Fanatik Golongan

Kelemahan yang paling mengkhawatirkan sedang melanda umat Islam ketika ini ialah perpecahan yang diakibatkan oleh keberbagaian aliran pemikiran. Walaupun Islam tidak pernah menolak hakikat kerencaman pendapat, namun perselisihan yang menimbulkan pertentangan tajam sehingga menenggelamkan hakikat persamaan risalah dan tujuan ditentang sama sekali.

Jika diperhatikan secara objektif, kebanyakan perselisihan yang membawa kepada pertentangan dan perpecahan amat terkait dengan sikap fanatik terhadap pendapat sendiri, lantas mreka mencoba memonopoli pemikiran dan tiada kesediaan untuk menghormati pandangan orang lain. Penyakit seperti inilah yang disebut sebagai 'al-`ijab bi al-ra'yi' atau penyakit mengkagumi pendapat sendiri ini bagaikan wabah berbahaya yang sedang menjalar dalam urat saraf umat Islam saat ini sehingga mereka tidak lagi mewarisi sikap dan adab para pejuang dan pendukong Islam terdahulu.

Para imam mazhab meski juga berselisih pendapat dalam berbagai persoalan di masa lampau, namun mereka tidak pernah bertepuk dada sebagai pemonopoli kebenaran. Adalah Imam Syafifi dengan pendapatnya yang sangat terkenal; Perkataan lain yang cukup populer dari Imam Syafi'i ialah: "Pendapatku adalah benar tetapi mengandung kemungkinan salah; dan pendapat orang lain adalah salah tetapi mengandung kemungkinan benar."

Ungkapan seperti ini adalah manifestasi adab dan etika dalam perbedaan pendapat yang telah diwarisi sejak zaman para sahabat lagi. Sebab itulah jika disingkap tabir sejarah, kita akan dapati bagaimana para sahabat turut berselisih dalam banyak perkara cabang namun tidak pernah melunturkan iman apa lagi melemahkan mereka walau sedikitpun.

Diriwayatkan bahawa Khalifah Umar Abdul Aziz juga tidak pernah berharap para sahabat tidak berselisih faham sama sekali. Ini karena baginya, perselisihan faham akan membuka pintu keluasan, dan kemudahan kepada umat yang mempunyai tabiat dan keperluan yang berbeda (Al-Qaradawi, Fatawa Mu'asarah).

Berbagai bukti sejarah mengenai perselisihan di kalangan sahabat dapat disaksikan sejak zaman Rasulullah s.a.w. seperti perselisihan mereka mengenai petunjuk Nabi berkenaan shalat Ashar saat pergi ke Bani Quraizah. Ini adalah peristiwa terkenal yang mengungkapkan hakikat perselisihan tetapi Rasulullah s.a.w. sedikitpun tidak mencela kedua kelompok yang berselisih faham itu.

Perselisihan tidak hanya berlaku di zaman Rasulullah saja, namun saat awal wafatnya baginda, para sahabat sekali lagi berselisih mengenai tempat di mana Rasulullah s.a.w. patut dimakamkan. Ada yang berpendapat baginda dikebumikan bersama sahabat-sahabatnya, manakala sebagian yang lain berpendapat agar dimakamkan di dalam masjid. Setelah dirujuk kepada sebuah hadis Nabi s.a.w. yang disampaikan oleh Abu Bakar: "Tidaklah diwafatkan seorang Nabi melainkan ia dikebumikan di tempat ia diwafatkan itu", para sahabat terus mengangkat tikar tempat Rasulullah diwafatkan dan digalilah pusara untuknya.

Banyak lagi contoh-contoh lain mengenai perbedaan dan perselisihan pendapat yang berlaku dikalangan sahabat seperti persoalan politik, pemilihan Khalifah, isu memerangi golongan yang enggan membayar zakat dan berbagai perselisihan dalam masalah fikih yang kesemuanya ditangani tanpa mengikuti hawa nafsu dan emosi melulu.

Begitulah tingginya adab dan etika perbedaan pendapat yang didokongi para sahabat Nabi s.a.w. yang kemudiannya diwariskan kepada generasi selepasnya, sehingga umat dihinggapi penyakit baru yang cepat membara, cepat mencaci, mencela, dengan menerapkan akal budi dan pribadi umat yang baik.

Gara-gara penyakit ini pulalah maka kita menyaksikan suasana umat yang amat menyayat hati. Gara penyakit ini pula, banyak energi kita habis karena terus tertumpu pada polemik, "politiking", adu-domba dan perlombaan yang sekaim menambah jumlah pendukung pendapat masing-masing, tak mau kalah.

Jalan Keluar

Sebagai upaya mengembalikan sinar kegemilangan Islam yang semakin pudar, usaha penjernihan sikap dan pemikiran harus segera dilakukan atas setiap kaum Muslim. Umat seharusnya kembali menjiwai budaya dan prinsip penting yang mendasari sikap dan perwatakan generasi awal Islam terutamanya dalam menangani fenomena perbedaan pendapat.

Prinsip-prinsip tersebut termasuk sikap keterbukaan kepada pandangan berbeda, tidak ta'asub atau fanatik golongan. Bisa berlapang dada dan saling hormat-menghormati dan saling sayang-menyayangi antara satu sama lain.

Jalan keluar dari belitan konflik kefanatikan pemikiran dan ta'asub golongan yang melanda umat terumus dalam ungkapan terkenal tokoh reformis Islam, Jamaluddin al-Afghani: "Bekerjasamalah dalam hal-hal yang disepakati dan berkompromi dalam hal-hal yang diperselisihkan."

Sesungguhnya perbedaan pendapat sebenarnya mampu memperkaya khazanah pemikiran Islam seandainya kita bersedia dan siap menghadapinya secara dewasa. Tetapi andaikata kita menangapinya dengan sikap kekanak-kanakan, menganggap mereka yang tidak sealiran sebagai musuh, maka perbedaan pendapat pasti menjadi bahan bakar dan penyemarak api persengketaan yang akan membinasakan.

1 komentar: